Rabu, 16 April 2014

SEKILAS TENTANG SEJARAH JATINANGOR

Jatinangor daerah tempatku tinggal ini dulunya adalah bekas perkebunan Djatie Nangor (seluas kurang lebih 900 hektar) dibawah perusahaan bernama Cultuur Ondernemingen van Maatschappij Baud yang berdiri tahun 1841. Milik seorang tuan tanah bernama Baron W.A. Baud (Willem Abraham Baud hidup 1816-1879) atau lebih terkenal di masyarakat dengan sebutan Baron Baud. Perusahaan ini memiliki beberapa perkebunan selain di Jatinangor yaitu di Ciumbuleuit, Cikasungka Bandung, Pamegatan Garut, Jasinga dan Buitenzorg atau Bogor. Pada awalnya tanaman yang dibudidayakan di Jatinangor adalah tanaman Teh akan tetapi kemudian diganti dengan tanaman Karet pada masa kemerdekaan. Pemerintah Hindia Belanda membangun rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Tanjungsari ke Stasiun Rancaekek untuk memudahkan mengangkut hasil perkebunan Jatinangor.
Dalam cerita turun temurun yang berkembang pada masyarakat Jatinangor disebutkan bahwa Baron Baud tidak memiliki anak dari istrinya yang sah akan tetapi memiliki anak dari seorang Nyai bernama Antjia Kolot. Nama anaknya adalah Mimosa Ida Louise Junia Baud atau lebih terkenal dengan nama Mimosa Baud. Mimosa lahir pada tanggal 17 Juni 1876. Mimosa kemudian menjadi pewaris tunggal perkebunan Jatinangor. Di Jatinangor terdapat Loji (Kantor dan gudang) untuk mengurusi hasil hasil perkebunan Jatinangor. Sekarang menara di areal Loji tersebut masih berdiri. Menara Loji tersebut dulu berfungsi sebagai lonceng untuk memberi tanda bagi para pekerja di perkebunan itu. Misalnya tanda mulai bekerja, tanda beristirahat di siang haridan tanda usai bekerja. Ketika telah ditanami karet menjadi pukul 05.00 pagi, tanda mengambil mangkuk untuk karet pukul 10.00 dan tanda usai bekerja pukul 14.00. Makam Baud dan Mimosa terletak di dekat Loji tersebut. Ketika saya masih kuliah sekitar 1990-an, masih terdapat dua makam tersebut di dekat menara Loji dengan arsitektur gothic itu. Tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. Sekarang di bekas Loji tersebut dibangun taman yang diberi nama Taman Loji. Taman Loji ini menjadi taman penghias wilayah Jatinangor masa sekarang.

Khusus untuk nama Jatinangor, nama itu baru diberikan pada perkebunan tersebut saat dibuka, nama itu diambil berdasarkan tanaman sejenis rumput yang banyak tumbuh di daerah tersebut. Tanaman sejenis rumput itu memiliki nama latin Alternanthera amoena. Saat Baron Baud datang ke daerah itu, ditemukan banyak tumbuh rumput tersebut (untuk mengetahui rumput tersebut dapat dibaca di Heyne.K. 1950. De Nuttige Planten van Indonesie. Gravenhage: W.van Hoeve). Waktu ia bertanya pada penduduk setempat mereka menyebut nama rumput itu Jatinangor. Oleh karena itu Baron Baud menamakan perkebunannya di daerah itu dengan nama Djatie Nangor. Pada awal penulisan Jatinangor adalah Djatie Nangor. Pada awalnya daerah itu bernama kampung Tjikiroeh yang kemudian ditingkatkan jadi onderdistrict Tjikeroeh yang termasuk dalam district (kawedanan) Tanjungsari (sekarang Cikiruh berubah menjadi desa Cikeruh dan kemudian jadi kecamatan Cikeruh). Sedangkan nama Jatinangor adalah nama perkebunan milik Baron Baud seluas kurang lebih 900 hektar tersebut (sumber arsip-arsip Perkebunan Djati Nangor dalam Arsip Cultuur Ondernemingen van Maatschappij Baud . Algemeen Rijksarchief ARA;Den Haag). Baru pada tahun 2001 Nama Jatinangor diresmikan sebagai nama Kecamatan. Sedangkan penduduk Jatinangor sekarang bila ditanya asal usul nama Jatinangor lebih banyak menjawab berasal dari kata "Jatina ngora" dalam bahasa Sunda yang berarti Jatinya muda.
 
Semula perkebunan Djatie Nangor tersebut dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda dibawah Gubernur Jenderal. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda memberikan kepada pihak swasta untuk mengontrak perkebunan Djatie Nangor itu dengan Surat Keputusan 9 November 1842 nomor 1. Pada awalnya Starckenborg Retemeijer mantan asisten residen mengajukan untuk mengontraknya. Akan tetapi pada 12 April 1843 ia meninggal dunia. Akibatnya kuasa atas perkebunan diberikan pada direktur perkebunan tersebut yaitu Baron Baud dengan Surat resmi tanggal 25 April 1843 nomor 545.  Kemudian Baron Baud mengajukan diri untuk mengontrak tanah perkebunan tersebut menggantikan Retemeijer. Kemudian Baron Baud memperoleh surat kontrak baru sebagai pengelola perkebunan Djatie Nangor dengan surat tertanggal 3 Desember 1843 nomor 20. Baru pada tahun 1862 Perkebunan Djatie Nangor diberikan kepada swasta (Partikelir) sebagai industri bebas sebagaimana diatur berdasarkan surat Keputusan 25 Maret 1862 (ANRI,Staatsblad 1856-64). Baron Baud kembali mendapatkan hak mengelola Perkebunan Djatie Nangor dengan akta baru dengan tanggal 30 Maret 1865 dan disahkan dengan surat keputusan 19 September 1865 (Arsip Arsip Perkebunan Djati Nangor dalam Arsip Cultuur Ondernemingen van Maatschappij Baud .Algemeen Rijksarchief ARA;Den Haag
Rel kereta api yang menghubungkan Rancaekek ke Tanjungsari mulai dibangun tahun 1917 dalam program proyek rel kereta api Rancaekek-Tanjungsari-Citali sepanjang 15 km. Awalnya hanya akan dibangun rel kereta api Rancaekek-Jatinangor saja sepanjang 5,25 km untuk keperluan mengangkut hasil perkebunan Jatinangor saja. Letak stasiun kereta api di Jatinangor awalnya direncanakan di seberang pertigaan jalan Sayang sekarang. Atas permintaan pihak militer rel kereta api itu agar digunakan untuk keperluan angkutan umum juga maka diperpanjanglah hingga ke Tanjungsari dan Citali sepanjang 11,5 km (ANRI, 1976, Memori van Overgave 1921-1930: 71). Stasiun pun kemudian dipindahkan ke Tanjungsari. Jembatan Cincin (Jembatan kereta api) di Jatinangor mulai di bangun 1918. Penduduk sekitar perkebunan Jatinangor dan Tanjungsari menyebutnya Jembatan Kereta Api si Gobar. Si Gobar adalah nama julukan kereta api yang wira wiri melewati rel kereta api tersebut. Tetapi kemudian rel kereta api hingga Cipali ditangguhkan karena kekurangan biaya dan peralatan untuk menembus alam disana sehingga rel kereta api itu hanya sampai stasiun Tanjungsari (ANRI, 1976, Memori van Overgave 1921-1930: 105). Sekarang jembatan kereta api tersebut masih berdiri dan disebut jembatan Cincin.

Dalam cerita sejarah daerah Jatinangor (diambil dari cerita rakyat setempat yang diceritakan secara turun temurun yang diceritakan beberapa sesepuh di Jatinangor kepada penulis) diceritakan bahwa Baron Baud seorang tuan tanah pemilik Cultuur Ondernemingen van Maatschappij Baud di Jatinangor (arsip-arsip perkebunan ini masih tersimpan di kantor Algemeen Rijksarchief ARA Den Haag). Ia tidak memiliki seorang anak dari istri sahnya (perempuan dari Eropa). Oleh karena itu ia menikah secara sembunyi atau melakukan pergundikan dengan gadis pribumi yang usianya terpaut jauh puluhan tahun (sekitar 20-an tahun) (tentang pergundikan pada masa ini dapat dibaca pada buku berjudul Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda karya Reggie Bay terbitan komunitas Bambu 2010). Ia sering memanggil gadis pribumi itu dengan nama Nyai. Nama nyai itu sebenarnya adalah Antjia Kolot. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang anak perempuan yang ia beri nama Mimosa. Akan tetapi kemudian kedua perempuan itu harus dipindahkan jauh ke Buitenzorg (Bogor).  Di Buitenzorg Mimosa diubah namanya menjadi Ida. Disana di Buitenzorg Antjia Kolot dinikahi oleh seorang kusir delman dan hidup bahagia. Mimosa kecil lahir dan besar bersama ibu dan bapak tirinya di Buitenzorg. Suatu saat setelah istrinya meninggal Baron Baud dikunjungi saudara saudaranya dari Eropa. Rupanya telah terjadi perselisihan yang berujung pertengkaran antara Baron Baud dengan saudara saudaranya dari Eropa tersebut. Akibat dari pertengkaran tersebut Baron Baud baru memikirkan pewarisan tanah perkebunannya di Jatinangor. Oleh karena itu ia memutuskan untuk pergi ke Buitenzorg menemui seorang ahli hukum bernama Meertens. Bersama Meertens kemudian Baron Baud mencari Antjia Kolot dan anaknya yg bernama Mimosa. Terjadi pertemuan yang mengharukan antara Baron Baud dengan Nyai Antjia Kolot dan Mimosa. Setelah ditemukan kemudian Mimosa diadopsi secara hukum agar jadi anak sah dari Baron Baud dan dibawa ke Jatinangor. Mimosa meronta-ronta menolak dibawa ke Jatinangor akan tetapi Nyai Antjia berusaha membujuknya. Nama Ida Kemudian berubah menjadi Baronesse Ida Louise Junia Baud setelah sah secara administratif sebagai anak dari Baron Baud.
Setelah memasuki usia sekolah Mimosa kemudian disekolahkan di sekolah anak-anak di Batavia. Atas saran dan usul Gubernur Jendral kala itu J.W. van Lansberge dan penggantinya Frederik Jacob, maka Mimosa kecil diasuh dibawah perwalian Horra Siccema mantan anggota Raad van Indie. Mengapa bukan Baron Baud yang menjadi wali dari Mimosa ketika ia masuk sekolah ? hal ini terjadi karena Baron Baud sudah meninggal saat Mimosa masih kecil sebelum Mimosa memasuki usia sekolah. Beberapa tahun setelah Mimosa bersekolah di Batavia kemudian Mimosa dikirim ke Belanda untuk meneruskan sekolahnya. Saat itu ia bisa kuliah di Belanda karena telah menjadi kaya raya akibat harta warisan dari Baron Baud berupa perkebunan Jatinangor. Setelah lulus Mimosa sempat menikah tiga kali. Pernikahan pertama tahun 1899 dengan Otto Harald Lincoln Furuhjelm yang bercerai 1903. Pernikahan kedua 1904 dengan Martin Wilhelm Kroll juga berakhir tanpa diketahui tahunnya. beberapa sumber data mengatakan bukan bercerai tapi suami keduanya meninggal. Terakhir Mimosa menikah dengan seorang Prusia bernama Dietrich Joachim von Klitzing tahun 1908 yang kemudian ikut memimpin perkebunan Jatinangor bersama Mimosa istrinya hingga mereka bercerai tahun 1919. 
Setelah bercerai untuk ketiga kalinya kemudian Mimosa kembali ke Jatinangor dari Eropa untuk mengurusi perkebunannya di Cikeruh distrik Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Selama ini perkebunan diurus oleh Pemerintah Hindia Belanda dibawah para Gubernur Jenderal (Carel H. A. van der Wijck, Willem Rooseboom, Johannes B. van Heutsz, A.W.F. Idenburg, Johan Paul van Limburg Stirum) setelah Baron Baud meninggal dan Mimosa belum cukup umur untuk mengurusnya. 
Makam ayahnya yaitu Baron Baud yang terletak di dekat Loji perkebunan Jatinangor ia rawat sedemikian rupa. Bahkan Mimosa ingin dimakamkan disamping makam ayahnya tersebut ketika meninggal nanti. Mimosa memang kemudian telah menjelma dari anak seorang Nyai dan kusir delman menjadi pengusaha perkebunan Jatinangor. Ia memiliki anak-anak bahagia dan kaya raya. Ketika ia meninggal menjelang perang dunia dua terjadi yaitu 15 Maret 1935 di Roma Itali. Mimosa kemudian dimakamkan di Itali. Anak-anak keturunan Mimosa yang ikut mengurusi perkebunan Jatinangor melarikan diri ke Australia ketika Jepang menyerbu Pulau Jawa.

Perkebunan Jatinangor diambil alih Pemerintah Pendudukan Jepang dan kemudian diambil alih oleh Pemda Jawa Barat ketika Indonesia merdeka. Ketika Masa Pendudukan Jepang, Perkebunan Jatinangor tidak terurus. Perkebunan berhenti berproduksi. Tidak ada lagi yang berusaha mengurusnya. Banyak buruh-buruh diperkebunan danpegawai kereta api Tanjungsari yang dijadikan romusha dan sebagian lagi dari buruh buruh yang masih tinggal di sekitar Jatinangor menduduki tanah-tanah perkebunan dan mendirikan rumah-rumah mereka setelah perkebunan berhenti berproduksi. Onderneming Jatinangor ditutup pada 1942.  Bukan hanya itu, rel kereta api yang melewati perkebunan yang menghubungkan Distrik Tanjungsari ke Stasiun Rancaekek telah diangkut Jepang untuk keperluan perang Jepang sekitar 1943. Akibatnya Stasiun Tanjungsari menjadi mati hingga sekarang.
Memasuki tahun 1950-an tanah bekas perkebunan ini ditanami Karet dan menjadi milik pemerintah daerah Jawa Barat. Walaupun demikian administratur perkebunan masih dijabat oleh orang Belanda hingga perkebunan tersebut dinasionalisasi. Pada saat perkebunan dinasionalisasi baru administratur dijabat oleh orang-orang Indonesia. 
Sekarang perkebunan karet tidak lagi berproduksi. Tanah bekas perkebunan Djati Nangor tidak lagi menjadi perkebunan pada masa Orde Baru (sejak 1967). Pada tahun 1980 lonceng di menara Loji hilang dicuri orang dan hingga sekarang tidak ditemukan. 
Perkebunan Jatinangor sekarang telah berubah menjadi wilayah pendidikan Unpad, Ikopin, IPDN dan ITB (dulu Universitas Winaya Mukti), tetapi taman Loji tetap dipertahankan sebagai saksi bisu sejarah Jatinangor.
 

29 komentar:

  1. ngarang nih cerita demi apa tuh...sumbernya dari mana..coba sumbernya nyari yang bener

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sumber sudah saya tulis. Baca aja. Menurut anda memangnya sumber yang benar nyari dimana ? Kalau gak suka dengan tulisan saya ya jangan dipakai dalam tulisan anda. Anda sendiri nulis sejarah darimana sumbernya ?

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  2. Maaf pak Mulyana, rasanya tidak mungkin cerita ini melenceng. beliau yang membuat tulisan ini adalah dosen saya di prodi ilmu sejarah.

    BalasHapus
  3. tulisan yang bagus pak, tapi saya ingin mempertanyakan tulisan:
    "Mimosa memang kemudian telah menjelma dari anak seorang Nyai dan kusir delman menjadi pengusaha perkebunan Jatinangor. Ia memiliki anak-anak bahagia dan kaya raya. Ketika ia meninggal menjelang perang dunia dua terjadi yaitu 15 Maret 1935 di Roma Itali,.."

    jika memang mimosa punya keturunan mengapa hak waris eks perkebunan jatinangor jatuh kepada Bangin, saudara laki-laki dari Nyai Kolot (istri Baron Baud) dan di beberapa sumber lain juga menyebutkan Mimosa tidak punya keturunan.

    mohon pencerahannya pak..

    jatinangortoday@gmail.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa dilihat digoogling aja ada anak anak Mimosa dari perkawinan perkawinannya. Tapi memang mereka tidak mau lagi mengurusi tanah perkebunan. Apalagi setelah dinasionalisasi maka tanah tanah dan perkebunan perkebunan itu jadi milik negara

      Hapus
  4. "Setelah Baron meninggal (1879), usaha perkebunan atas nama miliknya dikelola bersama Antjiah dan puterinya Mimosa. Mimosa meninggal 1920 tanpa suami dan keturunan. Antjiah pun meninggal tahun 1933. Mengingat tidak ada keturunan, maka ahli waris Baron adalah saudara laki-laki satu-satunya yaitu Bangin.

    Setelah Bangin meninggal, maka ahli waris Baron yang berhak mewarisi harta peninggalannya adalah keturunan Bangin, sebagaimana dinyatakan berdasar Penetapan Pengadilan Agama Sumedang No 156/Pdt.P/2013/PA.Smd tanggal 19 November 2013."

    sumber : http://www.balebandung.com/tag/baron/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus sekali. Ini sumbernya jelas. Mungkin saja yang tinggal dan menetap di Indonesia hanya Bangin. Jadi dia sah meneruskannya.

      Hapus
    2. Saudara-saudaraku, untuk diketahui bersama bahwa Bagin itu bukan saudara dari Antjiah, namun beliau adalah salah seorang mandor di perkebunan milik Baron Baud. Saudara kandung Antjiah bernama Tjion. Tentang saudara dari Antjiah ini sudah ada keputusan dari PTA Jabar. Silahkan di klik laman resmi PTA Jabar berikut:
      http://www.pta-bandung.go.id/images/0161.PTA.Bdg_218_07_25_Waris.pdf

      Simpulan dari hasil keputusan PTA Jabar adalah:
      1. Eksepsi Roni Cs (Tergugat / Pembanding) dinyatakan ditolak.
      2. Mengabulkan gugatan ahli waris Tjion (Penggugat / Terbanding)
      3. Menghukum Tergugat (Roni Cs) untuk membayar biaya pengadilan.

      Dan perlu diketahui dari keputusan PTA Jabar tersebut, ada fakta bahwa Roni Cs telah berupaya dengan berbagai cara untuk mengelabui hukum, salah satunya terungkap fakta di pengadilan:
      >> Mengajukan saksi hidup, yakni Aji Safaat bin Nawita, dengan menambah umur ybs 10 tahun lebih tua, seharusnya: 85 tahun menjadi 95 tahun, dengan janji akan memberikan success fee sebesar 4 milyar rupiah. Naudzubillah.

      Alhamdulillah ybs pada akhirnya telah menarik pernyataan dalam BAP sebelumnya.

      Dari fakta hukum ini telah menjelaskan siapa ahli waris yang membohongi publik dan mana yang sebenarnya. Semoga halayak mengetahui dan mengerti.

      Kebenaran itu milik Allah SWT, kita diperintahkan untuk menyampaikan kebenarannya saja.

      Salam keberkahan. Aamiin ya Rabbal’alamiin.



      Hapus
    3. Untuk diketahui, Penetapan Pengadilan Agama Sumedang No 156/Pdt.P/2013/PA.Smd tanggal 19 November 2013 ini telah digugatan oleh pihak ahli waris Tjion dan telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Sumedang Nomor 941/K/IV/2018 tanggal 24 April 2018.


      Dan pada tanggal 28 Maret 2018 telah keluar keputusan PA.Smd Pengadilan Agama Sumedang Nomor 2498/Pdt.G/2017/PA Smdg. dimenangkan oleh ahli waris penggugat.

      Demikian agar masyarakat mengetahui kebenarannya.

      Salam keberkahan.

      Hapus
  5. oh ya mengenai paragraf

    "Makam Baud dan Mimosa terletak di dekat Loji tersebut. Ketika saya masih kuliah sekitar 1990-an, masih terdapat dua makam tersebut di dekat menara Loji dengan arsitektur gothic itu. Tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. Sekarang di bekas Loji tersebut dibangun taman yang diberi nama Taman Loji."

    makamnya masih ada kok, hanya saja gara2 pembangunan ITB Jatinangor, jadi lahannya tersekat tembok, jalan akses ke makam itu bisa melewati pintu utama ITB Jatiangor. lokasi makam dekat lapangan bola ITB Jatinangor dibawah pohon besar. dan mengenai makan Baron WA Baud, disumber (http://geneagraphie.com/getperson.php?personID=I479255&tree=1) makam WA Baud terletak di plot perkebunan Bolang dekat kuningan jawa barat, jadi makam siapakah itu sebenarnya yang terletak di jatinangor? dan dimanakan makan Nyai Kollot?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu penelitian arkeologis pada makam tersebut. Saya sendiri bukan arkeolog. Saya menuliskannya karena ada arsip yang menyatakan bahwa ada makam disana. Dan seharusnya makam itu ada dua. Satu makam istri Baud dan satu lagi makam Baud. Nah tapi beberapa orang menyebutkan bahwa ada makam mimosa juga disana. Nah ini pembuktiannya perlu lewat ahli arkeologis.

      Hapus
    2. Terima kasih kepada mas anto
      Yang telah menceritakan sejarah di Jatinangor,jadi terbukti siapa yang benar-benar ahli waris Tjion.Karena Allah Maha Mengetahui atas kuasaNYA

      Hapus
  6. Hello !
    I'm a great grand child of baroness Mimosa Baud. She died in 1935 and her tomb is still there according to the cemetery website, though I didn't have the opportunity to go there to check it.
    Also her Klitzing husband was Prussian not Danish 😉.
    Thanks a lot for the details about my ancestors !

    BalasHapus
    Balasan
    1. I meant she died in Rome in 1935 and her tomb is still there.

      Hapus
    2. Such a great honor to have direct reply from the great grand child of Baroness Mimosa Baud herself. First of all, thank you for your correction to my article. I apologize for mistaken in writing the article. FYI, my article above was written based on mini observation which I done in Jatinangor, by interviewing local residents there. I will then use your correction to revise my article. Once again. thank you very much.

      Hapus
  7. Lho jd yg nuntut ipdn skrg mengenai uang tanah 60 ha yg terpakai jln tol dan menang dlm putusan sela di pengadilan sumedang bukan sdr Rony???

    BalasHapus
  8. Maksud saya hak waris sebenarnya bukan sdr Rony iswara dan kuasa hukum ahli waris HM Fadilah SH yg menang di pengadilan putusan sela di pengadilan sumedang thn 2017 dunk yaa.

    BalasHapus
  9. https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/3c9a829db5f3955a1114f9e05bf1b29d.html

    Mohon untuk disimak

    Mohon disimak

    BalasHapus
  10. Salam Pak Anto..


    saya harap ada penelitian dan sumber arsip yg lebih jelas mengenai sejarah Jatinangor beserta garis keturunan Baron Baud. Karena berdasarkan arsip yg saya telusuri, memang Baron Baud meninggal di Jatinangor namun dikuburkan di tempat lain, berikut saya lampirkan sumbernya:


    https://geneagraphie.com/showmedia.php?mediaID=12327&medialinkID=8268


    dan ini arsip silsilah Baron Baud


    https://geneagraphie.com/getperson.php?personID=I479255&tree=1


    dan tentunya sebagai seorang akademisi saat Pak Anto menyebutkan tentang silsilah Mimosa dan juga dua makam di Jatinangor adalah makan Baron Baud dan istrinya , Pak Anto punya sumber arsip yg jelas, saya mohon untuk dicantumkan sumbernya.

    karena dr mini riset yg saya lakukan, sumber arsip yg saya cantumkan diatas berbeda dgn yg dituliskan Pak Anto

    saya juga masih belum menemukan Arsip yg jelas mengenai Bangin, yg Pak Anto katakan sebagai garis keturunan sedarah Baron Baud. Mohon jika ada sumbernya Pak Anto beri pencerahan kepada pembaca.



    terimakasih dan salam


    Dika


    jatinangortoday@gmail.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya juga pernah menulis tentang dua makam di Jatinangor yang belum jelas siapa yang dikuburkan disana, saya juga melampirkan fotonya.

      http://jatinangortoday.blogspot.com/2018/02/dimana-makam-wa-baron-baud-sebenarnya.html

      Hapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  12. Makam Baron Baud di kabupaten Kuningan pada sebuah perkebunan bernama Bolang.

    BalasHapus
  13. Makam Baron Baud di Kabupaten Kuningan tepatnya di Perkebunan Bolang

    BalasHapus